Peredaran Uang Palsu di Lampung: Dampak Serius pada Ekonomi Lokal

Bandar Lampung, Rabu (29/1/25)

Peredaran uang palsu terus menjadi ancaman serius bagi perekonomian, dengan sejumlah kasus baru yang kembali terungkap oleh aparat penegak hukum. Praktik ilegal ini tidak hanya merugikan masyarakat secara individu, tetapi juga memberikan dampak luas terhadap sektor usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM) yang kerap menjadi sasaran. Selain memengaruhi kestabilan ekonomi lokal, peredaran uang palsu dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap transaksi tunai, yang pada akhirnya berpotensi mengganggu perekonomian nasional secara keseluruhan.

 

Pada Januari 2025, Kepolisian Resor (Polres) Lampung Selatan menangkap pasangan suami istri berinisial AS (37) dan DS (36) yang diduga mengedarkan uang palsu. Mereka memperoleh uang palsu melalui aplikasi belanja online dan menargetkan warung-warung kecil di pedesaan untuk meminimalkan kecurigaan. Dalam penggeledahan, polisi menemukan uang palsu senilai Rp4.200.000 yang disembunyikan di belakang rumah mereka.

Kapolres Lampung Selatan AKPB Yusriandi Yusrin mengatakan, “Pelaku DS memesan dan membeli uang yang diduga palsu secara online. Kemudian, menyerahkan uang palsu kepada suaminya AS untuk diedarkan, Uang palsu ini diedarkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan menargetkan warung kecil di pedesaan untuk meminimalkan kecurigaan,” katanya.

Beberapa bulan yang lalu, kasus serupa juga terjadi di Bandar Lampung. Dalam artikel berita Kompas.com Melaporkan. Kali ini, pelakunya adalah dua mahasiswa aktif dari universitas ternama.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Bandar Lampung, Kompol Hendrik Apriliyanto, mengungkapkan bahwa kedua mahasiswa tersebut adalah Amar Wahyu (22) dari Universitas Bandar Lampung (UBL) dan Anas Bahzi (22) dari Universitas Lampung (Unila).

Dari penggeledahan di rumah tersangka, polisi menemukan lima lembar uang palsu nominal Rp 50.000, satu lembar nominal Rp 100.000, printer, gunting, dan lem sebagai alat yang digunakan dalam pencetakan uang palsu.

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa peredaran uang palsu bukan hanya persoalan kriminal, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap perekonomian masyarakat, terutama sektor UMKM.

Berdasarkan artikel yang dimuat dalam website Akurasi.id, peredaran uang palsu berdampak signifikan terhadap perekonomian. Uang palsu menyebabkan kerugian langsung bagi individu dan bisnis. Masyarakat yang tanpa sadar menerima uang palsu akan mengalami kerugian finansial karena uang tersebut tidak memiliki nilai. Sementara itu, bisnis yang menerimanya berisiko mengalami kerugian besar jika uang tersebut tidak dapat ditukarkan atau diterima oleh bank, bahkan berujung pada kebangkrutan.

Selain itu, peredaran uang palsu dapat memicu inflasi akibat meningkatnya jumlah uang yang beredar tanpa diimbangi pertumbuhan produksi barang dan jasa. Kondisi ini mendorong kenaikan harga dan menurunkan daya beli masyarakat, yang berisiko mengganggu stabilitas ekonomi.

Kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan juga bisa menurun akibat maraknya uang palsu. Keraguan terhadap keaslian uang dapat membuat masyarakat enggan bertransaksi tunai, sehingga memperlambat aktivitas ekonomi. Jika dibiarkan, situasi ini berpotensi menimbulkan instabilitas ekonomi yang lebih luas.

Dalam website resminya, Bank Indonesia menjelaskan bahwa pihaknya memiliki peran penting dalam pemberantasan dan pencegahan peredaran uang palsu. Upaya ini dilakukan melalui Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal), yang bekerja sama dengan berbagai instansi, seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Keuangan.

Sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang menentukan keaslian uang rupiah, Bank Indonesia menyediakan langkah-langkah konkret bagi masyarakat yang menemukan uang yang diragukan keasliannya. Saat bertransaksi, masyarakat diimbau untuk menolak uang yang mencurigakan dengan memberikan penjelasan secara sopan kepada pihak pemberi serta meminta uang pengganti. Selain itu, masyarakat disarankan untuk memverifikasi keaslian uang melalui bank, kepolisian, atau kantor Bank Indonesia terdekat.

Jika menemukan uang palsu setelah transaksi, masyarakat diminta untuk tidak mengedarkannya kembali dan segera melapor kepada pihak berwenang. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan peredaran uang palsu dapat ditekan dan dampaknya terhadap perekonomian, terutama bagi pelaku UMKM yang sering menjadi sasaran, dapat diminimalkan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Vitto Andhika Putra dkk. dalam jurnal Jurnal Lemhannas RI, perkembangan teknologi cetak dan grafika telah mempermudah pelaku tindak pidana dalam memproduksi dan mengedarkan uang palsu. Studi ini menemukan bahwa meningkatnya akses terhadap mesin cetak berkualitas tinggi memungkinkan penciptaan uang palsu dengan tingkat kemiripan yang sangat tinggi terhadap uang asli, sehingga lebih sulit dideteksi oleh masyarakat awam. Selain itu, penelitian ini juga menekankan bahwa pemerintah perlu memperketat regulasi dan pengawasan terhadap peralatan percetakan serta melakukan revisi terhadap undang-undang terkait untuk menghadapi ancaman yang semakin kompleks di era digital.

Teks: Aris Krisna Setiawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *