Bandar Lampung, Selasa (28/1/25)
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung mengadakan diskusi publik dengan mengusung tema “Krisis Kemerdekaan Pers di Lampung: Catatan Indeks Kemerdekaan Pers 2024 dan Hasil Riset Kepercayaan Masyarakat terhadap Media”. Diskusi ini dilaksanakan pada Selasa (28/1/25), melalui platfom Zoom Meeting.
Diskusi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk jurnalis, mahasiswa, organisasi jurnalis, akademisi, dan NGO (Non-Governmental Organization).
Krisis terhadap kemerdekaan pers di Lampung semakin menjadi perhatian serius seiring dengan penurunan signifikan yang tercatat dalam Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2024.
Menurut Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma menjelaskan bahwa ’’berdasarkan data tersebut, Lampung menempati peringkat kedua terendah di Indonesia setelah Papua Tengah.’’
Dian menambahkan bahwa ‘‘selain penurunan skor IKP, maraknya kabar hoaks dan disinformasi semakin memperburuk krisis kemerdekaan pers, karena masyarakat merasa bahwa informasi yang mereka terima sudah terdistorsi.’’
Menurut rilis Dewan Pers 2024, IKP Lampung tercatat dengan skor 62,04 (cukup bebas), yang mengalami penurunan drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu 69,76, dan 79,20 pada 2022. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk tingginya angka kekerasan terhadap jurnalis, adanya sensor dan intervensi terhadap pemberitaan, rendahnya tingkat profesionalisme jurnalis, serta kondisi kesejahteraan jurnalis yang semakin memprihatinkan.
Akademisi Universitas Lampung, Prof. Andy Corri Wardhani, dalam risetnya bersama AJI Bandar Lampung menyebutkan bahwa, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap berita pada surat kabar harian sebesar (82%), surat kabar mingguan/tabloid/majalah sebesar (81%), dan televisi sebesar (74%), ini menunjukkan hubungan yang kuat. Sementara itu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media siber sebesar (13%) dan radio sebesar (11%), ini menunjukkan hubungan yang rendah.
Khusus krisis kemerdekaan pers, Andy menambahkan bahwa ‘’hal ini tidak hanya berdampak pada kualitas jurnalistik, tetapi juga mengancam fungsi pers dalam berdemokrasi. Pers yang bebas dan independen sangat penting untuk mengawal transparansi pemerintahan, mengkritisi kebijakan publik, serta memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat mereka. Ketika kemerdekaan pers terganggu, keterbukaan informasi dan partisipasi publik dalam proses demokrasi akan terhambat, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas tata kelola pemerintahan.’’
Andy menekankan pentingnya untuk meningkatkan edukasi dan literasi media di kalangan masyarakat, agar masyarakat dapat lebih bijak dalam menyaring informasi, serta menekankan pentingnya dialog rutin dan keterbukaan akses informasi antara media dan pemerintah daerah. Andy menyarankan perlunya riset lebih lanjut dalam menganalisis jenis berita dan informasi yang dikonsumsi oleh publik dalam hal ini responden/masyarakat.
CEO Lampung Geh, Bery Decky Saputra, juga menyampaikan beberapa isu utama yang dibahas dalam diskusi ini, antara lain edukasi mengenai perbedaan antara media massa dan media sosial, di mana media massa memberikan berita yang terverifikasi, sementara media sosial sering kali menyebarkan informasi yang belum tentu akurat.
Selanjutnya, General Manager Radar TV, Hendarto Sertiawan, menekankan perlu adanya tindakan tegas terhadap wartawan yang tidak profesional dan menggarisbawahi pentingnya pemberian sanksi terhadap wartawan yang melanggar kode etik, guna mengembalikan integritas dalam dunia jurnalistik.
Teks: Bagus Kadek Windu Putra