Utang Pemerintah Diduga Tembus Rp9.000 Triliun, Data Resmi Belum Kunjung Dirilis

Bandar Lampung, Selasa (20/5/25)

Publik masih menantikan kejelasan data terbaru mengenai posisi utang pemerintah Indonesia. Sejak Januari 2025, Kementerian Keuangan belum kembali merilis laporan rutin “APBN KiTa” yang biasanya memuat informasi realisasi anggaran dan posisi utang negara. Kondisi ini memunculkan pertanyaan terkait transparansi pengelolaan keuangan negara, apalagi estimasi sementara menunjukkan total utang pemerintah diduga telah menembus Rp9.000 triliun.

Laporan Resmi Vakum Sejak Awal Tahun

Terakhir, dokumen “APBN KiTa” yang dapat diakses adalah edisi Februari 2025 yang memuat data per Januari 2025. Dalam laporan tersebut, outstanding utang pemerintah tercatat sebesar Rp8.909,13 triliun atau 39,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), masih di bawah batas maksimal 60% sesuai Undang-Undang Keuangan Negara. Namun, sejak saat itu, publik tidak lagi mendapatkan pembaruan resmi karena laporan tersebut juga sudah tidak tersedia di situs Kemenkeu.

Komposisi Utang dan Perkiraan Terbaru

Utang pemerintah terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) dalam negeri dan valuta asing, serta pinjaman dari dalam dan luar negeri. Data terakhir dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menunjukkan, per akhir Maret 2025, nilai SBN yang dapat diperdagangkan mencapai Rp7.804,19 triliun. Jika SBN non-tradeable dimasukkan, nilainya naik menjadi Rp7.970,6 triliun. Di sisi lain, pinjaman luar negeri pemerintah tercatat sebesar US$65,64 miliar atau setara Rp1.087,36 triliun (kurs Rp16.566 per dolar AS).

Jika seluruh obligasi pemerintah dan pinjaman luar negeri dijumlahkan, total utang pemerintah diperkirakan mencapai Rp8.891,55 triliun. Namun, bila SBN non-tradeable juga dihitung, total outstanding utang pemerintah diperkirakan telah menembus Rp9.057,96 triliun. Angka ini naik sekitar Rp148,83 triliun dibanding posisi akhir Januari 2025.

Minim Transparansi, Publik dan Investor Bertanya

Ketiadaan data resmi terbaru dari Kemenkeu menimbulkan kekhawatiran di kalangan publik dan pelaku pasar. Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk., David Sumual, menilai pemerintah perlu memberikan penjelasan agar tidak muncul spekulasi liar di masyarakat. Meski demikian, ia menilai kepercayaan investor terhadap pasar keuangan Indonesia, khususnya SBN, masih cukup kuat.

Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menambahkan, publikasi rutin APBN KiTa sangat penting untuk memantau kesehatan fiskal negara secara berkala. Tanpa laporan tersebut, transparansi dinilai menurun dan publik kesulitan menilai kondisi ekonomi terkini.

Teks: Siti Munawaroh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *