Bandar Lampung, Selasa (6/5/25)
Sejumlah lembaga keuangan internasional, termasuk Bank Dunia, IMF, dan Asian Development Bank (ADB), mulai mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025. Berdasarkan laporan terbaru, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya mencapai kisaran 5,1% hingga 5,2%—lebih rendah dari target optimistis pemerintah yang berada di angka 5,2% hingga 5,5%.
Penyesuaian proyeksi ini mencerminkan sejumlah risiko yang belum mereda, terutama tekanan inflasi domestik, ketidakpastian global akibat tensi geopolitik, serta perlambatan perdagangan internasional. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam forum ekonomi pekan ini menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendorong arus investasi swasta. Ia mengingatkan bahwa konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari 50% terhadap PDB nasional, masih sangat rentan terhadap tekanan harga dan ekspektasi ketidakpastian yang terus berlanjut.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Maret 2025 tercatat sebesar 0,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk menutup kebutuhan pembiayaan tersebut, pemerintah telah menerbitkan utang baru senilai Rp 250 triliun pada kuartal pertama 2025. Meski demikian, Sri Mulyani menekankan bahwa rasio utang Indonesia masih dalam batas aman dan terkendali, serta dikelola dengan prinsip kehati-hatian dan transparansi.
Dalam laporan APBN Kita edisi April 2025, tercatat bahwa belanja negara telah difokuskan untuk mempercepat program perlindungan sosial dan belanja modal strategis guna mendorong produktivitas dan pertumbuhan jangka menengah. Namun demikian, sejumlah analis menilai bahwa efisiensi belanja pemerintah dan koordinasi lintas kebijakan harus lebih diperkuat untuk menghasilkan dampak ekonomi yang optimal.
Kondisi ini menegaskan urgensi sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter. Bank Indonesia kemungkinan akan menjaga sikap hati-hati terhadap suku bunga acuan, mengingat fluktuasi nilai tukar dan potensi tekanan eksternal dari arah kebijakan The Fed. Dalam situasi global yang semakin kompleks, dengan ancaman fragmentasi rantai pasok dan volatilitas harga komoditas, ketahanan ekonomi domestik harus dibangun melalui percepatan reformasi struktural, mulai dari perbaikan iklim investasi, transformasi industri, hingga peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Teks: Nanda Emalia