Perang Dagang dan Ledakan Pasokan Tekan Harga Minyak Dunia ke Titik Terendah

Bandar Lampung, (9/4/25)

Harga minyak dunia kembali mencatat penurunan tajam, dengan harga patokan minyak Amerika Serikat (WTI) jatuh di bawah US$60 per barel. Penurunan ini terjadi seiring gejolak pasar keuangan global. Arab Saudi juga memangkas harga minyak secara signifikan, yang merupakan pemangkasan terdalam dalam beberapa tahun terakhir.

Penurunan harga ini menjadi ancaman serius bagi negara-negara penghasil minyak yang membutuhkan harga tinggi untuk menyeimbangkan anggaran mereka. Di sisi lain, tekanan inflasi dari kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump terhadap negara-negara mitra dagangnya diperkirakan akan mereda.

Dampak langsung juga terasa pada sektor korporasi, dimana saham perusahaan minyak besar seperti BP Plc turun hingga 20% dalam tiga hari perdagangan terakhir. Perusahaan-perusahaan minyak serpih (shale oil) di AS juga mengalami tekanan hebat.

Selama akhir pekan, Arab Saudi memangkas harga minyak mentah Arab Light untuk pasar utamanya di Asia dengan penurunan terbesar sejak tahun 2022. Langkah tersebut memperburuk kekhawatiran terhadap prospek permintaan minyak global, yang sebelumnya sudah tertekan akibat kenaikan produksi mendadak dari OPEC+ yang dipimpin oleh Arab Saudi pada pekan sebelumnya. Penurunan harga ini pun lebih besar dari yang diperkirakan para pelaku pasar.

“Ketakutan utama saat ini adalah melemahnya permintaan global dan meningkatnya pasokan,” kata Ole Hvalbye, analis komoditas di SEB AB. Ia menambahkan, meningkatnya perang dagang global telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya resesi, yang pada gilirannya menekan permintaan energi secara signifikan.

Secara keseluruhan, tidak terlihat tanda-tanda pemulihan harga dalam waktu dekat. Pasar saham global terus mengalami tekanan akibat kekhawatiran atas perlambatan ekonomi dunia yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Trump. Menurut perkiraan konsultan Energy Aspects, langkah-langkah tarif tersebut dapat mengurangi konsumsi global sebesar 1,1 juta barel per hari.

Harga minyak Brent berjangka saat ini diperdagangkan di bawah US$63 per barel, dan tercatat turun lebih dari 10% dalam sepekan terakhir. Pada satu titik perdagangan hari ini, harga bahkan sempat merosot hingga 4,7%.

Namun, tidak semua sektor terdampak negatif. Biaya bahan bakar yang lebih rendah diperkirakan akan menguntungkan industri transportasi seperti truk dan maskapai penerbangan. Sebaliknya, anggaran negara-negara OPEC+ akan menghadapi tekanan besar. Arab Saudi, misalnya, membutuhkan harga sekitar US$90 per barel untuk menyeimbangkan anggaran negara, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).

Sementara itu, harga WTI untuk kontrak tahun depan saat ini diperdagangkan mendekati US$58 per barel. Saham perusahaan minyak serpih telah turun lebih dari 15% sejak Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif barunya. Berdasarkan survei Federal Reserve Dallas bulan lalu, harga rata-rata minyak perlu mencapai US$65 per barel agar eksplorasi dan pengeboran sumur baru di sektor minyak serpih tetap menguntungkan.

Seiring perkembangan pasar yang tak menentu, bank-bank investasi pun mulai menyesuaikan proyeksinya. Goldman Sachs telah dua kali menurunkan perkiraan harga minyak dalam waktu kurang dari seminggu. Morgan Stanley juga menurunkan estimasinya, mengikuti langkah sejumlah bank lain pada pekan sebelumnya.

“Penurunan tajam seperti ini jarang terjadi,” tulis analis Morgan Stanley. 

Goldman Sachs menyatakan bahwa dalam skenario ekstrem, harga Brent bisa turun di bawah US$40 per barel jika perang dagang terus meningkat dan pasokan minyak global melonjak tajam.

Pasar minyak global saat ini tengah berada dalam tekanan dari dua sisi: melambatnya permintaan akibat kekhawatiran resesi global dan peningkatan tajam pasokan setelah berakhirnya periode pemangkasan produksi oleh OPEC+. 

Dengan ketidakpastian yang tinggi, lembaga keuangan besar seperti Goldman Sachs, Morgan Stanley, dan Societe Generale SA terus menyesuaikan proyeksi harga dengan mempertimbangkan berbagai skenario ekonomi dan geopolitik yang mungkin terjadi.

Teks: Bagus Kadek Windu Putra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *