Bandar Lampung, Jumat (23/8/24)
Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Lampung bersatu dalam sebuah konsolidasi bertajuk “Lampung Menggugat” di Balai Rektorat Universitas Lampung (Unila) pada Kamis (22/08/24). Aksi ini merupakan bentuk protes atas revisi Undang-Undang Pilkada yang dinilai merugikan demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Konsolidasi yang melibatkan 46 lembaga mahasiswa ini menghasilkan empat tuntutan tegas. Pertama, mahasiswa menuntut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden RI untuk mencabut revisi Undang-Undang Pilkada. Kedua, mereka mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70. Ketiga, mahasiswa menuntut penghapusan seluruh kebijakan yang merugikan rakyat. Terakhir, mereka menyerukan boikot Pilkada 2024.
“Revisi UU Pilkada ini jelas-jelas mengkhianati semangat demokrasi dan kedaulatan rakyat. Kami tidak akan tinggal diam melihat demokrasi di negara ini terpuruk. Maka saya menyarankan untuk fokus kesini dengan menyederhanakan poin tuntutan-tuntutan ini,” tegas Salah satu perwakilan perempuan dari Dewan Perwakilan Mahasiswa Unila dalam konsolidasi tersebut.
Mahasiswa menilai revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Badan Legislatif DPR dan diputuskan oleh MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 telah menggerogoti hak-hak rakyat dalam menentukan pemimpinnya. Mereka khawatir revisi ini akan membuka peluang bagi manipulasi dan kecurangan dalam proses pemilihan kepala daerah.
“Kami tidak ingin demokrasi di negara ini menjadi sekadar formalitas. Kami ingin suara rakyat didengar dan dihargai serta jangan lupa kita baca lagi titik masalah, maka kami ingin menambah diksi baikot pilkada pada poin tuntutan,” lanjut perwakilan dari gerakan Cipayung Plus yang juga merupakan aktivis dan ketua mahasiswa dari Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND).
Konsolidasi “Lampung Menggugat” ini merupakan langkah awal dari serangkaian aksi protes yang akan dilakukan oleh mahasiswa. Mereka berencana untuk menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Gedung DPRD Provinsi Lampung pada Jumat (23/08/24).
“Aksi ini akan menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa tidak akan tinggal diam melihat demokrasi di negara ini terancam. Kami akan terus berjuang untuk menegakkan kedaulatan rakyat dan demokrasi yang adil, namun kami rasa jangan reaksional maka ini momentum untuk menuntut maka bawa tuntutan perbaikan yang menjadi bahan penambah penderitaan rakyat” tegas perwakilan aktivis pro perempuan saat menutup konsolidasi.
Aksi protes mahasiswa ini menjadi sorotan publik dan mengundang perhatian berbagai pihak. Revisi UU Pilkada memang menjadi topik hangat yang memicu perdebatan di berbagai kalangan.
“Semoga aksi ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat dan mempertimbangkan kembali revisi UU Pilkada,” harap panitia konsolidasi, yang juga hadir dalam menutup konsolidasi tersebut.
Teks: Endi Muhammad Akbar AS