Kenaikan UMP 2025: Angin Segar Bagi Buruh atau Tantangan Bagi Pengusaha

Isu kesejahteraan buruh di Indonesia senantiasa menjadi perdebatan yang hangat, terkhusus dalam hal penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP). UMP menjadi tolak ukur bagi kehidupan sebagian besar pekerja di Indonesia yang mengandalkan upah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Setiap tahun, kebijakan kenaikan UMP selalu menarik perhatian banyak pihak, baik buruh, pengusaha, maupun pemerintah. Salah satu momentum yang menyoroti ketegangan tersebut terjadi pada Rabu, 30 Oktober 2024, saat ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Balai Kota Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Para buruh dalam aksi tersebut menuntut kenaikan UMP 2025 sebesar 8%-10%. Tuntutan ini muncul sebagai respons terhadap terus merangkaknya inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok yang semakin memberatkan daya beli masyarakat, terutama kelas pekerja. Sedangkan pengusaha lebih memilih kenaikan sebesar 3%-4%, yang dianggap lebih realistis.

Di tengah dinamika ini, pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan UMP 2025 sebesar 6,5%, sebuah angka yang lebih rendah dari tuntutan buruh namun tetap menjadi langkah positif bagi peningkatan kesejahteraan pekerja. Bagi jutaan pekerja, kebijakan ini menjadi titik terang yang sangat dinantikan untuk sedikit meringankan beban hidup mereka. Namun, meskipun ada kebijakan ini, pertanyaan besar masih menggantung di benak banyak pihak: Mengapa setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan buruh sering kali dianggap sebagai ancaman bagi pengusaha? Apa yang mendasari ketakutan para pengusaha terhadap kenaikan upah yang lebih tinggi?

 

Secercah Harapan di Tengah Tekanan Hidup

Bagi buruh, kenaikan UMP 2025 merupakan secercah harapan di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat. Kenaikan ini menjadi langkah penting untuk memperbaiki daya beli yang terkikis oleh inflasi. Dengan harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, kenaikan UMP adalah salah satu cara untuk meringankan beban hidup buruh. Pada September 2024, inflasi Indonesia tercatat sebesar 1,84% yoy, sedikit menurun dibanding bulan sebelumnya yang berada di angka 2,12%. Di sisi lain, kebijakan ini juga menjadi simbol penghargaan terhadap buruh sebagai pilar utama perekonomian negara. Ketika buruh mendapatkan pengupahan yang lebih layak, mereka akan lebih termotivasi, yang tentu saja berpengaruh positif terhadap produktivitas dan daya saing usaha.

Namun, meski kenaikan 6,5% ini telah ditetapkan, aspirasi buruh belum sepenuhnya terakomodasi. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bahkan meminta kenaikan UMP 2025 sebesar 8%-10%, yang lebih tinggi dari angka yang ditetapkan pemerintah. Hal ini mencerminkan betapa besarnya kebutuhan buruh untuk memperbaiki daya beli mereka, yang terus tergerus oleh lonjakan harga barang dan biaya hidup.

 

Beban Berat bagi Dunia Pengusaha

Di sisi lain, para pengusaha menilai kenaikan 6,5% ini sebagai beban berat, terutama bagi sektor-sektor tertentu seperti industri kecil-menengah (IKM) dan sektor padat karya. Mereka lebih memilih kenaikan sebesar 3%-4%, yang dianggap lebih realistis untuk menjaga daya saing usaha tanpa merugikan perekonomian mereka. Ditambah dengan rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%, pengusaha merasa semakin terdesak. Kenaikan upah yang bersamaan dengan pajak akan mengakibatkan biaya produksi yang lebih tinggi, yang berisiko membuat produk lokal kalah bersaing dengan barang impor yang lebih murah. Hingga Oktober 2024, kurs rupiah terhadap dolar AS berada di kisaran Rp15.540-Rp15.600/USD, yang memberi dampak langsung terhadap daya saing produk domestik.

Namun, pemerintah tidak tinggal diam. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menegaskan bahwa kenaikan UMP sebesar 6,5% sudah mempertimbangkan daya beli pekerja serta daya saing usaha. Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 yang diundangkan pada 4 Desember 2024, kebijakan ini diterapkan secara nasional, dengan tujuan untuk menjembatani kebutuhan buruh dan kelangsungan usaha, sekaligus menjaga keberlanjutan perekonomian nasional.

 

Perspektif Buruh dan Pengusaha Menuju Titik Temu

Sebagai mahasiswa yang peduli pada keadilan sosial, kami meyakini bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah langkah penting menuju kesejahteraan yang lebih merata. Buruh bukanlah sekadar alat produksi, mereka adalah manusia yang berhak mendapatkan kehidupan layak. Kesejahteraan buruh akan memberikan dampak yang luas bagi perekonomian. Dengan daya beli yang meningkat, buruh akan mengalirkan uangnya ke pasar lokal, yang pada gilirannya memutar roda perekonomian. Efek domino ini tidak hanya menguntungkan buruh tetapi juga pengusaha, karena tenaga kerja yang sejahtera cenderung lebih produktif, loyal, dan inovatif.

Namun, kami juga menyadari bahwa tantangan yang dihadapi pengusaha tidak bisa diabaikan begitu saja. Kenaikan UMP dapat menjadi beban bagi sektor usaha tertentu, terutama usaha kecil dan menengah (UKM) serta industri padat karya. Oleh karena itu, penting untuk menemukan solusi yang menciptakan keseimbangan antara kesejahteraan buruh dan keberlanjutan usaha. Untuk memastikan bahwa kenaikan UMP tidak menjadi hambatan bagi keberlanjutan usaha, pemerintah perlu mempertimbangkan langkah-langkah berikut:

1. Subsidi Upah dan Produksi: Pemerintah dapat menyediakan subsidi bagi sektor tertentu, seperti UKM dan industri padat karya, untuk membantu menutupi sebagian kenaikan biaya produksi.

2. Pengurangan Pajak: Memberikan insentif pajak, khususnya untuk bahan baku dan utilitas seperti listrik, agar pengusaha dapat menekan biaya produksi tanpa mengorbankan kesejahteraan buruh.

3. Peningkatan Infrastruktur: Memperbaiki sistem logistik nasional untuk menekan biaya distribusi barang, sehingga produk dapat lebih kompetitif di pasar lokal dan internasional.

4. Pelatihan dan Digitalisasi: Memberikan pelatihan kepada buruh dan pengusaha untuk meningkatkan keterampilan, khususnya dalam memanfaatkan teknologi digital. Ini akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, sehingga biaya operasional dapat ditekan.

 

Langkah Menuju Keseimbangan Ekonomi

Kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5% adalah keputusan yang membawa dampak besar bagi buruh dan pengusaha. Meski tidak sepenuhnya memuaskan semua pihak, kebijakan ini merupakan langkah penting menuju ekonomi yang lebih inklusif. Dengan kebijakan yang mendukung kedua pihak seperti subsidi, pengurangan pajak, dan peningkatan infrastruktur tantangan yang ada dapat diatasi tanpa mengorbankan hak buruh maupun keberlanjutan usaha. Pada akhirnya, kenaikan UMP bukan hanya soal angka, tetapi soal menciptakan masa depan Indonesia yang lebih adil, berkelanjutan, dan kompetitif untuk semua lapisan masyarakat.

 

Penulis:

1. Yulizar Mega Putri

2. Nur Lissa

3. Sinta Anggraini Simamora

4. Diska Alya Rhohali

 

Penyunting: Endi Muhammad Akbar AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *