Dosen Muda yang Karismatik

Bandarlampung – Jum’at (12/11/2021)

­­“Alhamdulillah, saya masuk dalam nominasi list untuk bisa kuliah S-2 bidang Ekonomi Pembangunan di Turki, tepatnya di Kota Istanbul, Universitas Marmara, salah satu universitas terbesar yang ada di Turki,” tutur Arif dalam potongan kisah perjalanannya memperoleh beasiswa di Turki.

Para mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, khususnya yang menekuni program studi Ekonomi Pembangunan tentu sudah tidak asing dengan sosok Arif Darmawan, S.E., M.A. Mari kita mengenal seluk-beluk dosen muda nan karismatik di lingkungan FEB Unila ini melalui artikel berikut. Simak sampai akhir, ya!

 

Motivasi Menjadi Seorang Dosen

Menjadi seorang tenaga pengajar merupakan profesi yang mulia. Tidak semua orang mau dan mampu menjalani profesi sebagai guru maupun dosen. Lantas, Jalan karier sebagai dosen dipilih olehnya dengan dilatarbelakangi tiga buah motivasi.

Motivasi pertama dan yang paling dominan adalah latar belakang keluarganya. “Bapak adalah guru STM dan Ibu adalah guru TK. Jadi, mungkin pola asuh dan juga lingkungan terdekat saya sangat dekat dengan dunia pendidikan,” ungkap Arif.

Motivasi kedua yang mendorong Arif adalah pengalamannya pada saat menekuni jenjang S-1. Ia kerap kali diminta menjadi asisten dosen dan tutor untuk beberapa mata kuliah. Dua hal tersebut membuat Arif merasa bahwa sebagian besar kemampuan serta renjananya adalah mengajar ataupun berbagi kepada orang lain.

Motivasi terakhir pun tak kalah menggugah. Ia berkeinginan menjadi dosen di tanah lada dengan harapan menjadi putra daerah yang turut serta membangun serta mengembangkan Lampung menjadi lebih baik lagi.

 

Perjalanan Memperoleh Beasiswa Turki

Tak hanya membagikan motivasi menjadi seorang dosen, Arif turut menceritakan perjalanannya menjadi penerima beasiswa S-2 jurusan Ekonomi Pembangunan di salah satu universitas terbesar di Turki, yakni Universitas Marmara yang terletak di Kota Istanbul. Memoar tersebut bermula ketika ia masih menyelesaikan skripsi pada saat semester VII. Kala itu, Arif sudah mempunyai beberapa rencana yang akan dilakukan  pascalulus: bekerja, lanjut berkuliah, atau hal lainnya.

Suatu hari, Arif iseng berselancar di internet dan menemukan adanya pembukaan pendaftaran beasiswa ke Turki, gelombang pertama. Kemudian, ia memutuskan untuk mendaftar–waktu itu bulan Maret–dengan melampirkan Surat Keterangan Lulus, transkrip nilai, sertifikat TOEFL, serta surat rekomendasi. Gayung bersambut, Arif dipanggil untuk lanjut ke tahap wawancara.

Sebelum melangsungkan tahap wawancara, Arif berangkat ke Bangkok terlebih dahulu untuk memenuhi undangan kegiatan selama dua minggu bersama tujuh orang mahasiswa Indonesia lainnya dari beberapa universitas, seperti UI dan UGM.

Setelah memperoleh kesempatan wawancara, Arif berangkat ke Jakarta untuk mengikuti rentetan penyeleksian. Alhamdulillah, proses tersebut mengantarkannya sebagai penerima beasiswa S-2 jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Marmara, Istanbul, Turki.

“Kenapa memilih Turki? Alasannya mungkin sesimpel karena saya melihat dan mendengar teman-teman saya yang kuliah di Eropa, mereka banyak kesulitan untuk masalah makanan, salat, dan juga pergaulan. Saya berdoa kepada Allah, saya minta ketika saya kuliah S-2 di luar negeri, saya minta tiga syarat: yang pertama makanan yang halal, yang kedua tempat beribadah yang nyaman, yang ketiga lingkungan yang kondusif. Alhamdulillah, jawabannya adalah Turki dan saya mendapatkan beasiswa dan anugerah yang sangat besar dari Allah subhanahu wa taala,” jelasnya.

 

Pandangan Perbedaan Sistem Pendidikan di Indonesia dan Turki

Arif melihat adanya perbedaan antara sistem pendidikan di Indonesia dan Turki. Negeri kita tercinta lebih banyak mengacu kepada sistem pendidikan di Amerika atau American-based learning, sedangkan Turki berkiblat kepada Eropa atau European-based learning. Masing-masing sistem pendidikan mempunyai keunikan atau ciri khasnya tersendiri.

Misalnya saja, di Indonesia, pendidikan lebih menyasar kepada keaktifan siswa ataupun mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai macam kasus ataupun soal-soal. Di sisi lain, pendidikan di Turki lebih menekankan kepada dasar teori yang kuat sehingga kemampuan mereka untuk menganalisis serta mendiseminasikan berbagai macam kejadian di lingkungan atau kehidupan sehari-hari itu bisa berhubungan dengan kehidupan akademis yang mereka lakukan.

Contoh lainnya yang paling kentara adalah pada jenjang S-1, perguruan tinggi di Indonesia mewajibkan mahasiswanya untuk menulis skripsi, sedangkan di Turki tidak. Lalu sistem pembelajaran di Turki lebih manual atau bisa dibilang kurang berdinamika, tetapi di Indonesia lebih berdinamika. Artinya, diskusi kelompok, presentasi, dan lain sebagainya bisa terjadi di ruang-ruang kelas. Kemudian, untuk tenaga pengajar di Turki harus sudah mempunyai gelar doktor ataupun profesor, sedangkan di Indonesia minimal tingkat S-2 sudah bisa mengajar dan menjadi dosen.

 

Perjalanan Karier dan Prestasi

Alumnus Universitas Marmara ini pernah menjalani karier sebagai research associate di Middle East Development Network yang berkantor pusat di Istanbul, Turki (2014–2015); konsultan di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (2017–2019); dan saat ini merupakan dosen jurusan Ekonomi Pembangunan Unila (2019–sekarang); serta monitoring and evaluation specialist of SDGs research di SDGs Center Unila (2020–sekarang).

Selama menjalani profesi dosen, Arif pernah meraih penghargaan sebagai juara III dosen berprestasi FEB Unila tahun 2021. Ia juga merupakan penerima beasiswa Universitas Indonesia-VU University of Amsterdam 2020, Think Policy ANZ Fund 2021, dan Top 250 Pertamina Foundation Social Project Award 2021.

 

Harapan untuk UKPM-F Pilar FEB Unila

Sebagai penutup, Arif menyampaikan harapannya bagi UKPM-F Pilar FEB Unila. “Semoga Pilar makin berjaya dan makin bisa menjadi corong aspirasi dan juga media informasi bagi seluruh sivitas akademika FEB Unila. Jaya selalu, Pilar FEB Unila. Semangat dan salam sehat dari saya,” tandasnya.

Reporter: Andre Rian Dotama

Penulis: Siti Atika Azzahrah

Desain feed: Robby Ananda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *